Resensi Novel "Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck"

 


Identitas Buku

Judul buku           : Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck 
Penulis                  : Buya Hamka
Penerbit                : P.T. Bulan Bintang
Tahun terbit         : 1984
Jumlah halaman : 140

Pendahuluan

         Salah satu karya Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau yang lebih dikenal orang-orang dengan nama Buya Hamka, yaitu novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck. Novel ini diterbitkan untuk pertama kalinya pada tahun 1939. Singkat cerita awal mulanya, kisah ini termuat sebagai cerita bertaut dalam sebuah majalah Pedoman Masyarakat.

         Novel ini ditulis berdasarkan latar belakang kehidupan di tanah asal Buya Hamka yaitu di tanah Minangkabau, dengan persoalan adat istiadat yang lazim digunakan pada masa itu mengenai warisan, perjodohan, perkawinan yang dilakukan secara paksa, serta ikatan darah keturunan, dan status sosial yang kuat. Yang sebenarnya adat yang telah diterapkan tersebut sangatlah berlawanan dan bertolak belakang dengan syariat agama Islam. Dalam novel ini Hamka juga terinspirasi dari sebuah insiden tenggelamnya sebuah kapal pada tahun 1936, dan kemudian memuat insiden tragis ini pada bagian akhir cerita yang sekarang telah termuat di novelnya.

         Di kalangan pelajar Indonesia dan Malaysia novel ini menjadi sebuah bahan bacaan sastra yang wajib, selain menggunakan bahasa kita novel ini juga diterbitkan dalam bahasa Melayu. Melalalui novel ini, Buya Hamka berkesempatan untuk menyalurkan seruan persatuan bangsa untuk kaum pribumi, serta berusahan untuk menghapuskan dan meninggalkan adat budaya yang tidak selaras, bertolak, tidak simpatik dan sangat merusak. Itulah penyebab Novel ini laku keras di pasaran dari awal cetakan pertama hingga dicetak berkali-kali sampai masa ini.


Isi Resensi (Sinopsis/Ringkasan)

         Novel ini menceritakan tentang sebuah perbedaan adat istiadat dan latar belakang sosial yang terjadi di Minangkabau. Perbedaan tersebutlah yang membuat hubungan percintaan antara Zainuddin dan Hayati menjadi terhalang sehingga pada akhirnya berakhir dengan kematian. Kapal Van Der Wijck menjadi salah satu latar belakang kisah ini.

         Kisah ini berawal dari sebuah peristiwa yaitu pada saat Pendekar Sutan membunuh Mamaknya (saudara laki-laki ibunya) seban persoalan warisan, yang menyebabkan ia harus mengemban hukuman dengan diasingkan ke luar dari Batipuh, Minangkabau dan kemudian dipenjara di Cilacap selama 12 tahun. 

         Kemudian Sutan pergi merantau ke Makassar setelah usai menjalani hukuman, dan disanalah Sutan bertemu dengan seorang wanita bernama Daeng Habibah yang kemudian Ia jadikan sebagai pendamping hidupnya. Tak lama kemudian mereka mempunyai seorang anak laki-laki yang diberi nama Zainuddin. Namun malang tidak lama setelah melahirkan Zainuddin, Daeng Habibah meninggal karena penyakit yang telah dideritanya. Tidak lama setelah istrinya Daeng Habibah meninggal dunia, Sutan pun menyusul meninggalkan Zainuddin yang hidup sebatang kara yang kemudian diasuh oleh Mak Base. 

         Pada saat usia Zainuddin yang bisa dibilang sudah dewasa, Zainuddin menetapkan keputusannya untuk pergi ke kampung halaman ayahnya yaitu di Batipuh, Minangkabau. 

         Sesampainya di Batipuh kehadiran Zainuddin tidak disongsong dengan baik oleh sanak keluarga sang ayah, malah sebaliknya perlakuan mereka malah mengacuhkan kehadiran Zainuddin di Batipuh dengan alasan karena Zainuddin mempunyai darah Ibu dari luar suku Minangkabau, walau sebenarnya ayah Zainuddin berasal dari Minangkabau. 

         Mereka beranggapan bahwa Zainuddin telah terputus darah dengan keluarganya di Batipuh, karena menurut adat istiadat di Minangkabau wanita lah yang mengambil peran sebagai kepala keluarga dan menjadi penentu penyambung darah garis keturunan.

         Di Batipuh, Zainuddin mempunyai seorang teman wanita yang berasal dari Minang, yang merupakan tempat Zainuddin membagikan keluh kesahnya melalui surat-surat yang ditulisnya. Wanita tersebut bernama Hayati. Lambat laun keduanya lama kelamaan memiliki rasa saling suka, sebab Hayati belas dan simpati kepada Zainuddin yang terombang-ambing di tanah Batipuh.

         Namun malangnya mamak Hayati tidak menyukai adanya ikatan diantara Zainuddin dan Hayati, sehingga menyebabkan mamak Hayati memerintahkan kepada Zainuddin untuk pergi menjauh dari Batipuh. Kemudian Zainuddin pun akhirnya angkat kaki dan pergi ke Padang Panjang, meninggalkan Hayati yang telah beriktikad, berjanji, dan bersumpah untuk setia menunggu Zainuddin.

         Kemudian Hayati dijodohkan oleh Mamaknya dengan pria Minang yang mempunyai latar belakang keluarga terpandang dan kaya. Pria tersebut bernama Aziz. Hayati pun terpaksa menerima lamaran Aziz dan menikah dengannya.

         Zainuddin pun mendapati kabar bahwa kekasihnya Hayati telah menikah dengan pria lain, Zainuddin jatuh sakit dan pada akhirnya dia bangkit dari sakitnya dan memutuskan untuk merantau ke Batavia bersama dengan kawannya Muluk.

         Saat di Batavia Zainuddin memulai hidupnya dengan menjadi seorang penulis yang karyanya disenangi banyak khalayak. Setelah itu, Zainuddin merantau ke Surabaya dan bertempat tinggal di sana dengan mengemban pekerjaan nya yang terbilang mapan.

         Tak disangka ternyata Azis dan Hayati pindah pula ke surabaya. Mereka seringkali bertengkar, Aziz dipecat dari pekerjaannya yang kemudian menyebabkan terpaksa Ia menumpang di rumah Zainuddin tak lama kemudian Aziz bunuh diri dan menuliskan surat wasiat yang berisikan permintaan Aziz agar Zainuddin menjaga Hayati.

         Karena pengkhianatan yang telah diperbuat Hayati, Zainuddin menolak menerima Hayati sebab sakit hati yang dirasakannya. Zainuddin malah menyuruh Hayati untuk pulang ke Batipuh dengan membelikan Hayati tiket kapal Van Der Wijck yang berlayar dari Jawa ke Sumatera.

         Saat dalan perjalanan, Kapal Van Der Wijck tenggelam. Untungnya sebagian penumpang berhasil selamat dan dilarikan ke rumah sakit di wilayah Tuban. Saat mendengar berita tersebut Zainuddin bergegas ke Tuban dengan tujuan mencari Hayati. Namun di rumah sakit, Ia menemukan Hayati sedang terbaring lemah menunggu ajalnya dan kemudian meninggal dunia. Zainuddin menyesal setelah tahu bahwa sebenarnya Hayati masih cinta akan dia. Setelah memakamkan hayati, Zainuddin kembali jatuh sakit akibat tidak sanggup menanggung kesedihan yang membuat tubuhnya lemah dan tak lama kemudian Zainuddin meninggal dan dimakamkan berdampingan dengan makam kekasihnya Hayati.


Isi Resensi

- Kelebihan 

         Novel ini memiliki alur cerita yang sangat menarik dan menyentuh hati serta mudah dipahami oleh para pembacanya. Novel ini sangat kaya akan majas (gaya bahasa) nya yang begitu indah dan elok, sehingga membuat pembacanya larut dan kagum akan keindahan gaya bahasa yang dimuat dalam novel tersebut. Novel ini juga menggunakan latar tempat dan budaya yang membuat pembacanya kagum dan tertarik untuk melihat langsung daerah minangkabau yang keindahaannya sangat terpancarkan. Dan yang paling menonjol dari novel ini adalah banyaknya amanat dan pesan yang disampaikan penulis sehingga mampu menghaluskan jiwa pembacanya.

- Kekurangan

           Di dalam novel ini jika dilihat dari segi bahasa yang digunakan agak sulit dipahami oleh pembaca sebab lebih banyak menggunakan bahasa Melayu. Dan juga terdapat kata-kata atau bahasanya yang masih belum sempurna. Ada beberapa bahasa Minang dimana terjemahannya tidak terdeteksi, sehingga membuat pembaca agak kesulitan saat memahami bagian tersebut. Dan terdapat beberapa sifat tokoh yang dirasa sulit bagi pembaca untuk memahaminya, karena tidak ada detail penjelasan. Banyak kalimat yang bertele-tele dan penggunaan kata-kata yang boros sehingga mengakibatkan pembaca mudah bosan saat membaca novel. Di dalam novel ini terdapat kesalahan penulisan kata"bends" yang seharusnya ditulis "benda" saat mengetik naskah pada halaman 140, paragraf ke 1 pada kalimat ke-4.


Penutup

         Novel ini cocok untuk dibaca oleh kalangan remaja maupun dewasa dan kurang cocok jika dibaca oleh anak-anak, karena bahasa yang digunakan sedikit sulit dipahami. Melalui novel ini kita dapat melihat perjuangan Zainuddin yaitu seorang pria yang memiliki pendirian dan prinsip hidup yang kokoh sehingga pada akhirnya dia menjadi seorang penulis terkenal yang karyanya dikenal banyak orang. Dan melalui novel ini juga kita dapat melihat perjuangan Hayati dalam menghadapi segala cobaan yang menimpa dirinya. Novel ini memiliki banyak pesan yang ingin disampaikan penulis, yaitu agar selalu sabar dalam menghadapi segala cobaan dan penderitaan, jangan gegabah saat mengambil suatu keputusan, dan jangan menyimpan dendam yang hanya akan memperburuk keadaan. Kesimpulan yang didapat dari novel ini yaitu uang dan kekayaan tidak dapat membeli kebahagiaan cinta dan tidak ada kebahagiaan yang bisa melebihi kebahagiaan cinta. Cerita dan amanat yang termuat di dalam novel ini sangat menginspirasi bagi para pembacanya.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Laporan Praktikum PKWU Wirausaha Pengolahan Kaldu Jamur